Minggu, 09 Juni 2013

Sumber lain terkait mengenai Cyber Crime dan Cyber Law

Sumber info lain. Berikut sumber info lain terkait Cyber Crime dan Cyber Law. Berikut alamat blog yang terkait, dipublikasikan oleh kelompok 8 : 1. Rommi Muharom ​ rommihartindo.blogspot.com/ 2. Septian Wulandari septianwulandari.blogspot.com/ 3. Putri Rizki Cahyani putrecahyane.blogspot.com/ 4. Rahman rahmandeluffy.blogspot.com/ 5. Agung Fathurazak agungfathurazak.blogspot.com/ 6. Karyadi die45.blogspot.com/ 7. Ali Tarmidi alitarmidi.blogspot.com/ 8. Dimas surfingcyber.blogspot.com/ 9. Ahmad Dasril ddasril42.blogspot.com/ 10. Reza Maulana ezasalsabila.blogspot.com/

Jumat, 19 April 2013

Hanya karena membobol/hack situs SBY, seorang penjaga warnet ditanggap Polisi.

Seorang remaja di Jember, Jawa Timur, diamankan tim Cyber Crime Mabes Polri karena diduga membobol situs resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu. Pelaku Wildan Yani Ashari yang merupakan teknisi komputer di tangkap di tempat kerjanya di warnet Surya Com di Jalan Letjen Suprapto. Kepada Liputan 6 SCTV, Ahad (27/1/2013), pemilik warnet Adi Kurniawan mengaku tidak tahu Wildan ditangkap termasuk beberapa rekan kerjanya. Ia hanya mengetahui pegawainya itu terakhir kali bekerja pada Jumat, 25 Januari malam. 2 HP milik Wildan hingga kini juga tidak bisa dihubungi. Namun, ia sempat kebingungan karena keesokan paginya Sabtu, 26 Januari, mendapati pintu kantor masih terkunci. Mereka baru yakin Wildan ditangkap polisi setelah membuka paksa pintu kantor dan mendapati sepeda motor Wildan terparkir di dalam. Sementara kondisi kantor terlihat acak-acakan. Terlihat beberapa komputer juga masih menyala dan masih dalam proses perbaikan. Saat dikonfirmasi, penangkapan terhadap Wildan ini dibenarkan Kapolres Jember AKBP Jayadi. Menurutnya tersangka ditangkap karena terlibat kasus pembobolan situs pejabat negara. Namun, ia mengaku belum mengetahui dimana keberadaan Wildan saat ini. Menurut pengakuan sejumlah rekan tersangka, meski usianya baru 20 tahun namun kemampuan Wildan di bidang teknologi informatika cukup luar biasa. Padahal tersangka hanya lulusan SMK jurusan bangunan. (Adi)

Rabu, 17 April 2013

Type-Type Kejahatan


KEJAHATAN DUNIA MAYA(CYBER CRIME)

Kejahatan dunia maya(Inggriscybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengankomputer atau jaringan komputermenjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatandunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/cardingconfidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

Walaupun kejahatan dunia maya atau cybercrime umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer ataujaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional di mana komputer atau jaringan komputer digunakan untuk mempermudah atau memungkinkan kejahatan itu terjadi.


Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai alat adalah spamming dan kejahatan terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual.
 Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai sasarannya adalah akses ilegal (mengelabui kontrol akses), malware dan serangan DoS.
 Contoh kejahatan dunia maya di mana komputer sebagai tempatnya adalah penipuan identitas.
 Contoh kejahatan tradisional dengan komputer sebagai alatnya adalah pornografi anak dan judionline.
 Beberapa situs-situs penipuan berkedok judi online termasuk dalam sebuah situs yang merupakan situs kejahatan di dunia maya yang sedang dipantau oleh pihak kepolisian dengan pelanggaran pasal 303 KUHP tentang perjudian dan pasal 378 KUHP tentang penipuan berkedok permainan online dengan cara memaksa pemilik website tersebut untuk menutup website melalui metode DDOS website yang bersangkutan.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Cyber_crime 


cyber law

Saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari cyber law, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan
Informatika). Istilah (Indonesia) manapun yang akan dipakai tidak menjadi persoalan. Yang penting, didalamnya memuat atau membicarakan mengenai aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia di Internet. Oleh karena itu dapat dipahami apabila sampai saat ini di kalangan peminat danpemerhati masalah hukum yang berikaitan dengan Internet di Indonesia masih menggunakan istilah cyber law.

Ruang Lingkup Cyber Law

Jonathan Rosenoer dalam Cyber law, the law of internet mengingatkan tentang ruang lingkup dari cyber law diantaranya : 

* hak Cipta (Copy Right)
* Hak Merk (Trademark)
* Pencemaran nama baik (Defamation)
* Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
* Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, IllegalAccess)
* Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name
*  Kenyamanan Individu (Privacy)
* prinsip kehati-hatian (Duty care)
* Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
* Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
* Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
* Pornografi
* Pencurian melalui Internet
* Perlindungan Konsumen
*  Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti e-commerce, e-government, e-education dll

 Perangkat Hukum Cyber Law

Agar pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan sebagai berikut:
Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan teknologi
informasi antara lain :

1. Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).

2. Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional dan norma hukum baru yang akan terbentuk.

3. Memperhatikan keunikan dari dunia maya

4. Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global.

5. Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan
perdagangan.

6. Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang menyangkut kepentingan publik.

7. Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristik

melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti :

UU hak cipta, UU merk, UU Informasi dan transaksi elektronik,
UU perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi,
UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU
UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU
Perpajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.

sumber : modul teknologi informasi dan komunikasi BSI

Kesimpulan


Kesimpulan
Kenapa Ada Kejahatan Internet ?
1. Karena masyarakat sudah mengerti akan   penggunaan teknologi dengan mudah
2. Mudahnya menghilangkan identitas diri
3. Dimana ada aktifitas manusia disana ada aktifitas uang
Sulitnya penegakan hukum untuk Cybercrime
1. Cyberlaw masih belum matang
2. Tingkat awareness masih kurang
3. Minimnya pengetahuan tentang Internet Security bagi masyarakat awam
4. Internet adalah territorial global

Kasus Cyber Law


 Pengertian CyberLaw
Istilah hukum cyber diartikan sebagai padanan kata dari CyberLaw,  yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan TI. Istilah lain yang juga digunakan adalah Hukum TI (Law of  Information Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.
Secara akademis, terminologi ”cyber law” belum menjadi terminologi yang umum. Terminologi lain untuk tujuan yang sama seperti The law of the Internet, Law and the Information Superhighway, Information Technology Law, The Law of Information, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).
Secara yuridis,  CyberLaw tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
CyberLaw  umumnya diasosiasikan dengan internet, yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perorangangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau dunia maya. CyberLaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.
CyberLaw juga dapat diartikan sebagai hukum yang dipergunakan dalam dunia cyber (dunia maya), yang dalam proses justifikasi dan legitimasi hukumnya memiliki pendekatan yang sedikit berbeda dengan hukum konvensional. Hal ini disebabkan, karena dasar dan fondasi hukum konvensional di banyak negara adalah “ruang” dan “waktu”, sedang dalam dunia maya, kedua istilah tersebut menjadi tidakberarti.
Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati. Dimana istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika)
Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cyber crime. Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cyber crime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” (port scanning) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan.
2.   Ruang Lingkup CyberLaw
Dalam upaya mendapatkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh tentang cyber law sebagai suatu rezim hukum yang baru dengan bentuk pengaturan yang bersifat khusus atas kegiatan -kegiatan di dalam cyberspace, Jonathan Rosenoer, dalam  Cyberlaw -The Law of Internet  antara lain mencakup:
  1. Hak Cipta (Copy Right)
  2. Hak Merk (Trademark)
  3. Pencemaran nama baik (Defamation)
  4. Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)
  5. Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking,Viruses,   Illegal Access)
  6. Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name
  7. Kenyamanan Individu (Privacy)
  8. Prinsip kehati-hatian (Duty care)
  9. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
  10. Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
  11. Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
  12. Pornografi
  13. Pencurian melalui Internet
  14. Perlindungan Konsumen
  15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti E-commerce
  16. E-government, E-education dll
3.  Dasar Hukum CyberLaw di Indonesia
Dasar Undang – undang  mengenai ITE Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 (UU/2008/11). Fungsi UU ITE adalah menjadi dasar Hukum yang mengatur dan melindungi suatu Transaksi elektronik (transaksi secara online), melindungi pengguna internet khususnya yang berhubungan dengan Indonesia, dan memberi batasan perilaku yang wajar di dunia cyber. Menurut UU ITE  BAB I pasal 1 ayat 2 ; transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer , jaringan komputer , dan/atau media elektronik lainya.
Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang samadengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
b.   Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
c.  UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
d.  Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
e.  Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII  ( pasal 27 – 35 ):
  1. Pasal 27 ( Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan )
  2. Pasal 28 ( Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan )
  3. Pasal 29 ( Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti )
  4. Pasal 30 ( Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking )
  5. Pasal 31 ( Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi )
  6. Pasal 32 ( Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi  Rahasia )
  7. Pasal 33 ( Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja (D.O.S) )
  8. Pasal 35 ( Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising) )
 4.  Perangkat Hukum CyberLaw
Agar pembentukan perangkat perundang-undangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati, maka proses pembuatannya pun memerlukan beberapa tahapan dan juga kerjasama dari berbagai pihak.
Cyberlaw  tidak akan berhasil jika aspek yurisdiksi hukum diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilyah dan antar negara sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.
Ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan dalam dunia cyber :
  1. Yurisdiksi Legislatif di bidang pengaturan
  2. Yurisdiksi Ludicial yakni kewenangan negara untuk mengadili atau menerapkan kewenangan hukumnya
  3. Yurisdiksi Eksekutif untuk melaksanakan aturan yang dibuatnya.
5. Tujuan CyberLaw
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana.  Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Topik-topik CyberLaw Secara garis besar ada lima topik dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
  1. Information Security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
  2. On-line Transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
  3. Right in Electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
  4. Regulation Information Content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
  5. Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
6.  Komponen-komponen CyberLaw
  1. Tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait  komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
  2. Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
  3. Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
  4. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing  yurisdiksi negara asal dari pihak yang  mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
  5. Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
  6. Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
  7. Tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Asas-asas Cyber Law Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :
  1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum  ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
  2. Objective  Territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku  adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
  3. Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk  menentukan  hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
  4. Passive Nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
  5. Potective Principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
  6. Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
    Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang  dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang  cyber dapat diibaratkan  sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
 

Contoh Cyber Crime di Indonesia sebut saja “MELINDA DEE”

JAKARTA - Kasus pembobolan dana nasabah Citibank senilai Rp40 miliar oleh Inong Malinda alias Melinda Dee yang menjabat Relationship Manager Citigold di bank tersebut merupakan salah satu kasus hukum paling banyak menyita perhatian masyarakat di tahun 2011. Selain nilai kejahatannya yang cukup fantastis, kasus ini merembet ke masalah privat karena gaya hidup mewah Melinda bersama suaminya Andhika Gumilang.
Tengok saja koleksi mobil mewahnya seperti Hummer, Mercedes Benz dan Ferrari yang harganya di atas Rp 1 miliar. Latar belakang Andhika yang pernah menjadi artis juga turut menarik perhatian seluruh media infotainment. Dan yang tak kalah menghebohkan adalah operasi pembesaran payudara yang dilakukan Melinda dibahas media dengan meminta tanggapan dokter bedah plastik hingga nyaris menenggelamkan substansi kasusnya. Payudaranya juga menjadi bahan olok-olok di berbagai jejaring sosial.
Pembobolan simpanan nasabah kakap oleh Melinda selama kurang lebih tiga tahun berakhir 23 Maret 2011 setelah delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Melinda di apartemennya di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Tim dari Mabes Polri bergerak setelah mendapat laporan pihak Citibank pada bulan Januari.
Dalam keterangan saksi di pengadilan terlihat modus yang digunakan Melinda, yakni dengan menyalahgunakan kepercayaan para nasabah kakap terhadap dirinya. Oleh Melinda, nasabah-nasabah kaya dan sibuk itu disodori blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Namun ternyata Melinda mencuri uang tersebut sedikit demi sedikit tanpa disadari pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Melinda melakukan penggelapan dan pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2007 hingga 7 Februari 2011 melalui 117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai Rp 27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.
Bagaimana Melinda beroperasi selama itu?
Guna meraih kepercayaan nasabah, wanita 47 tahun tersebut terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, misalnya dengan melayani di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikannya dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai nasabah sangat percaya.
Dari sini, Melinda secara cermat menelisik pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditanda tangani. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan memerintahkan Dwi mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Melinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi.
Untuk mengaburkan bukti kejahatan, Melinda membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Pada akhirnya, duit inilah yang digunakannya, antara lain untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari. Tengok saja kesaksian Rohly Pateni, salah satu nasabah yang menjadi korban Melinda. Dia mengaku sangat percaya kepada Melinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah Citibank dan ditangani Melinda. Dia jarang mengecek rekeningnya karena sibuk bekerja.
Berdasarkan kesaksian mantan Citigold Executive Head di Citibank Landmark, Reniwati Hamid, Melinda mengalirkan dana nasabah ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Reniwati sendiri menjabat sebagai Direktur Utma di empat perusahaan yang didirikannya bersama Melinda, Roy Sanggilawang, dan Gesang Timora tersebut.
Dari keempat perusahaan ini, Melinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Andhika menampung uang curian itu dengan membuka banyak rekening dengan identitas berbeda karena menggunakan KTP palsu. Dia juga diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menerima dan menampung uang yang diduga hasil tindak pidana istri sirinya.
Andhika didakwa melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f  UU Tindak Pidana Pencucian Uang  juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Adapun Visca ditetapkan diadili setelah menampung dana dari Melinda senilai lebih dari Rp8miliar, dalam kurun waktu 24 Januari 2007 sampai tanggal 19 Oktober 2010. Tahap pertama Melinda menyetor sebesar Rp 2.063.723.000,- Lalu, Malinda mengirim lagi Rp 5.429.199.000,-  dan selanjutnya Rp 66 juta, dan terakhir Rp 401.480.000,- Jaksa mengatakan, dari tiap transaksi itu, Visca mendapat imbalan sebesar Rp 5 juta. Sedangkan suaminya, Ismail yang juga diadili didakwa menampung uang dari Melinda sekira Rp 20,4 miliar sejak bulan Januari 2010 hingga Oktober 2010 dalam 51 kali transaksi.
Sementara itu, jaksa menjerat Melinda dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.
Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Ancamannya adalah 15 tahun penjara.
Fakta lain yang cukup menarik adalah keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, namun mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut. Tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Yang juga tak terungkap dari kasus tersebut adalah identitas dan latar belakang nasabah yang ditangani Melinda yang kabarnya mencapai puluhan orang. Sebab, yang melapor ke polisi cuma tiga orang. Semula, banyak pihak berharap seluruh nasabahnya melapor sehingga di sisi lain juga bisa ditelisik apakah ada di antaranya pejabat negara sekaligus mencari tahu darimana sumber uang itu.
Selain menjerat Melinda, Andhika, Visca, dan Ismail, polisi juga menyeret rekan kerja Melinda yakni Reniwati Hamid, RJ selaku Cash Official Manajer atau atasan teller, dan SW selaku Cash Supervisor Manager. Mereka menyusul Dwi Herawati binti Harno Wijoyo, Novianty Iriane binti Emon, dan Betharia Panjaitan yang lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani persidangan dengan tuduhan turut membantu perbuatan Melinda.
Kasus ini masih akan berlanjut di tahun 2012 karena semua terdakwa masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Belum satu pun dari mereka yang dijatuhi vonis oleh hakim. Proses persidangan bisa saja berlanjut hingga beberapa tahun ke depan jika persidangan berlanjut ke tingkat Mahkamah Agung.